Petrologi Karbonat
Petrologi
Petrologi
adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan dan kondisi
pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan tiga tipe batuan:
beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasal dari kata
Bahasa Yunani petra, yang berarti "batu".
Petrologi
batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan
seperti granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma).
Batuan beku mencakup batuan volkanik dan plutonik.
Petrologi
batuan sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan
seperti batu pasir atau batu gamping yang mengandung partikel-partikel sedimen
terikat dengan matrik atau material lebih halus).
Petrologi
batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan metamorf
(batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari batuan sedimen
atau beku tetapi telah melalui perubahan kimia, mineralogi atau tekstur
dikarenakan kondisi ekstrem dari tekanan, suhu, atau keduanya)
Petrologi
memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis, dan analisis
kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. Ahli petrologi modern
juga menyertakan prinsip geokimia dan geofisika dalam penelitan kecenderungan
dan siklus geokimia dan penggunaan data termodinamika dan eksperimen untuk
lebih mengerti asal batuan.
Petrologi
eksperimental menggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk
menyelidiki geokimia dan hubungan fase dari material alami dan sintetis pada
tekanan dan suhu yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya berguna utuk
menyelidiki batuan pada kerak bagian atas dan mantel bagian atas yang jarang
bertahan dalam perjalanan kepermukaan pada kondisi asli.
PETROLOGI DAN FAKTOR LINGKUNGAN PENGENDAPAN
BATUAN KARBONAT
Batuan
karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi yang dominan (lebih
dari 50%) terdiri dari garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum
meliputi Batugamping dan Dolomit.
Proses
Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang
mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada proses tersebut, organism
turut berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yang telah mengalami
transportasi secara mekanik dan kemudian diendapkan pada tempat lain, dan
pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat
yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana
kalsit berubah menjadi dolomite).
Seluruh
proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan laut,
sehingga praktis bebas dari detritus asal darat.
Batuan
karbonat memiliki nilai ekonomi yang penting, sebab mempunyai porositas yang
memungkinkan untuk terkumpulnya minyak dan gas alam, terutama batuan karbonat
yang telah mengalami proses dolomitisasi, sehingga hal ini menjadikan perhatian
khusus pada geologi minyak bumi. Disamping sebagai reservoir minyak dan gas
alam, batuan karbonat juga dapat berfungsi sebagai reservoir airtanah, dan
dengan adanya porositas dan permeabilitasnya serta mineral-mineral batuan
karbonat yang mudah untuk bereaksi maka batuan karbonat dapat menjadi tempat
berkumpulnya endapan-endapan bijih.
Karena
pantingnya Batuan karbonat sebagai batuan yang dapat menyimpan mineral ekonomis
maka penting untuk mengatahui genesa, dan energi yang mempengaruhi pembentukan
batuan karbonat tersebut, sehingga dapat diperoleh gambaran untuk kegiatan
eksplorasi.
Batuan
karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi yang dominan (lebih
dari 50%) terdiri dari garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum
meliputi Batugamping dan Dolomit.
Proses
Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang
mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada proses tersebut, organism
turut berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yang telah mengalami
transportasi secara mekanik dan kemudian diendapkan pada tempat lain, dan
pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat
yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana
kalsit berubah menjadi dolomite)
Seluruh
proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan laut,
sehingga praktis bebas dari detritus asal darat.
Batuan
karbonat memiliki nilai ekonomi yang penting, sebab mempunyai porositas yang
memungkinkan untuk terkumpulnya minyak dan gas alam, terutama batuan karbonat
yang telah mengalami proses dolomitisasi, sehingga hal ini menjadikan perhatian
khusus pada geologi minyak bumi. Disamping sebagai reservoir minyak dan gas alam,
batuan karbonat juga dapat berfungsi sebagai reservoir airtanah, dan dengan
adanya porositas dan permeabilitasnya serta mineral-mineral batuan karbonat
yang mudah untuk bereaksi maka batuan karbonat dapat menjadi tempat
berkumpulnya endapan-endapan bijih.
Karena
pantingnya Batuan karbonat sebagai batuan yang dapat menyimpan mineral ekonomis
maka penting untuk mengatahui genesa, dan energi yang mempengaruhi pembentukan
batuan karbonat tersebut, sehingga dapat diperoleh gambaran untuk kegiatan
eksplorasi.
Pengertian Batuan Karbonat
Menurut
Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang fraksi karbonatnya lebih
besar dari fraksi non karbonat atau dengan kata lain fraksi karbonatnya
>50%. Apabila fraksi karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut
sebagai batuan karbonat. Fraksi-fraksi yang umum dapat dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel Mineral Karbonat yang Umum
Dijumpai
Mineral Rumus Kimia Sistem Kristal
Aragonit CaCO3 Orthorombik
Kalsit CaCO3 Heksagonal(rombohedral)
Magnesit MgCO3 Heksagonal(rombohedral)
Dolomit CuMg(CO3)2 Heksagonal(rombohedral)
Ankerit Ca(FeMg)(CO3)2 Heksagonal(rombohedral)
Siderit FeCO3 Heksagonal(rombohedral)
Endapan-endapan
karbonat pada masa kini terutama tersusun oleh aragonite, disamping itu juga
kalsit dan dolomite. Aragonite tersebut kebanyakan berasal dari proses
biogenic(ganggang hijau atau calcareous green algae) atau hasilpresipitasi
langsung dari air laut secara kimiawi.
Aragonite
ini bersifat tidak stabil, aslinya segera setelah terbentuk akan berubah
menjadi kalsit. Oleh karena adanya proses substitusi Cu dan Mg, maka endapan
kalsit pada endapan masa kini ada dua macam, yaitu :
Low-Mg
calcite, apabila kandungan MgCO3<4% dan terbentuk pada daerah yang dingin.
High-Mg
calcite, apabila kandungan MgCO3>4% dan terbentuk pada daerah yang hangat.
Komposisi Kimia dan Mineralogi Batuan
Karbonat
Mineralogi
dan Komposisi kimia batuan karbonat tidak memperlihatkan lingkungan
pengendapan, tetapi penting sebagai derajat diagenesa rekristalisasi dan
penggantian kalsium karbonat (Graha, 1987).
a.
Aragonit : CaCO3 (Ortorombik)
Bentuk
yang paling tidak stabil, sering dalam bentuk serabut. Jarum-jarum aragonit
biasanya diendapkan secara kimiawi, dari prespitasi langsung dari air laut.
Diagenesanya berubah menjadi kalsit, juga organisme membuat rumah (test) dari
aragonit seperti moluska.
b.
Kalsit : CaCO3 (Heksagonal)
Mineral
ini lebih stabil, dan biasanya merupakan hablur yang baik. Terdapat sebagai
rekristalisasi dari aragonit, sering merupakan cavity filling atau semen, dalam
bentuk kristal – kristal yang jelas. Kebanyakan gamping terdiri dari kalsit.
c.
Dolomit : CaMg (CO3)2
Juga
merupakan mineral penting, terutama sebagai batuan reservoir, kristal sama
dengan kalsit berbedanya pada bidang refraksi dari kalsit. Terjadi secara
primer (precipitasi langsung dari air laut), tetapi kebanyakan hasil
dolomotisasi dari kalsit.
d.
High Magnesium Kalsit
Larutan
padat dari MgCO3 dalam kalsit. Tidak
begitu banyak terdapat, sering merupakan batuan dolomit Ls.
e.
Magnesit : MgCO3
Biasanya
berasosiasi denga evaporit.
Lingkungan Pengendapan Karbonat
Beberapa
faktor yang penting dan sangat mempengaruhi pengendapan batuan karbonat adalah:
a. Pengaruh sedimen klasitik asal darat
Pegendapan
karbonat memerlukan lingkungan yang praktis bebas dari sedimen klastik asal
darat. Karena sedimen klastik dari darat
dapat menghambat proses fotosintesa ganggang gampingan.
b. Pengaruh iklim dan suhu
Batuan
karbonat diendapkan di daerah perairan yang bersuhu hangat da
n beriklim tropis
sampai subtropis.
c. Pengaruh Kedalaman
Pada
umumnya dan kebanyakan, batuan karbonat diendapkan di daerah perairan dangkal
dimana masih terdapat sinar matahari yang bisa menembus kedalaman air. Terdapat
suatu garis yang merupakan batas kedalaman air dimana sedimen karbonat dapat
ditemukan pengendapannya yang disebut dengan CCD (Carbonate Compensation
Depth).
d. Faktor mekanik
Faktor
mekanik yang mempengaruhi kecepatan pengandapan batuan karbonat yaitu antara
lain aliran air laut, percampuran air, penguraian oleh bakteri, proses
pembuatan organik pada larutan, serta pH air laut.
Penyusun Batuan Karbonat
Penyususn
batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun batugamping dibedakan atas
non skeletal grain, skeletal grain, matrix dan semen.
1.
Non Skeletal grain, terdiri dari :
a. Ooid dan Pisoid
Ooid
adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu atau
lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun
biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki
ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut
pisoid.
b. Peloid
Peloid
adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing yang
tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 –
0,5 mm. Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga
disebut pellet (Tucker 1991).
c. Agregat dan Intraklas
Agregat
merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemenkan
bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat material organik.
Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau
setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah
pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).
2. Skeletal Grain
Skeletal
grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari
seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro.
Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping
(Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga merupakan penunjuk pada
distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker,
1991).
3. Lumpur Karbonat atau Mikrit
Mikrit
merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping hadir sebagai
butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer.
Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan
menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang
berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit dapat
mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar
(Tucker, 1991).
4. Semen
Semen
terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi
rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa
kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat.
Tekstur dan Struktur Batuan Karbonat
Tekstur
pada batuan karbonat bervariasi, mulai dari tekstur yang terdapat pada batuan
detritus seperti besar butir, pemilahan, dan rounding, hingga yang menunjukkan
hasil pengendapan kimiawi. Matrixnya juga bervariasi dari lumpur karbonat
berbutir padat hingga kristal-kristal kalsit atau dolomit. Tekstur juga ada
yang terbentuk dari pertumbuhan organisme.
Tekstur
pada batu gamping kebanyakan hampir sama dengan jenis tekstur pada batuan
detritus seperti batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan
batuan karbonat dan batu pasir hampir sama.
Apabila
batu gamping tersusun atas klastik, kebanyakan struktur yang terdapat pada
batuan detritus juga muncul pada batuan ini. Struktur-struktur seperti
cross-bedding, ripple marks, dunes, graded bedding, dan imbricate bedding
banyak dijumpai pada batuan karbonat walaupun tidak mudah terlalu mudah diamati
karena sedikitnya perbedaan warna pada tiap lapisan di batuan karbonat.
Tipe
laminasi yang paling banyak ditemukan dibentuk oleh organisme seperti alga
hijau/biru yang tumbuh di daerah berombak. Organisme ini tumbuh sebagai
serat-serat dan membentuk serabut dengan memerangkap dan menyatukan
mikrokristal karbonat. Adanya ombak yang datang dan menyapu butiran pasir di
pantai membuat formasi laminasi yang terdiri atas material organik.
Stylolit
merupakan permukaan tak beraturan dari endapan karbonat yang tertekan. Stylolit
ini merepresentasikan 25% hingga 90% batuan karbonat yang terlarut.
KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT
Beberapa klasifikasi batuan karbonat telah
diterbitkan oleh APPG pada Memoir 1 tahun 1962. Namun yang paling banyak
digunakan oleh para ahli batuan karbonat adalah yang dikemukakan oleh Folk
(1959, 1962), Dunham (1962). Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham (1962)
kemudian disempurnakan oleh Embry and Klovan, (1971). Dalam pembahasan ini
klasifikasi akan difokuskan pada klasifikasi batuan karbonat yang dikeluarkan
oleh Dunham, 1962.
Leighton & Pendexter (1962) telah
membedakan batuan karbonat berdasarkan kandungan kalsit, dolomit dan mineral
pengotornya (non-karbonat). Klasifikasi tersebut menyebutkan bahwa batuan
karbonat (dolostone dan limestone) jika batuan tersebut berkomposisi mineral
karbonat di atas 50%. Sedangkan Tucker dan Wright (1990) mendefenisikan bahwa
batuan karbonat harus mempunyai mineral karbonat di atas 50%. Sementara batuan
yang memiliki kandungan karbonat kecil dari 50% dan signifikan dipertimbangkan
dapat menjadi awalan yang menunjukkan sifat karbonatan.
Berdasarkan pengertian batuan karbonat
tersebut di atas kemudian mengelompokkannya berdasarkan klasifikasi batuan pada
buku AAPG Memoir 1 (1962). Secara umum dalam buku ini akan dijelaskan
klasifikasi batuan karbonat berdasarkan Dunham (1962) dan penyempurnaannya dan
klasifikasi oleh Folk (1962).
Perbedaan kedua klasifikasi tersebut terletak
dari cara pandangnya. Folk membuat klasifikasi berdasarkan apa yang dilihatnya
melalui mikroskop atau lebih bersifat deskriptif, sedangkan Dunham lebih
melihat batuan karbonat dari aspek deskriptif dan genesis, sehingga dalam
klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan kenampakan dibawah mikroskop tetapi
juga kenampakan lapangan (field observation).
Klasifikasi Folk menuntun kita untuk
mendeskripsi batuan karbonat tentang apa yang dilihat dan hanya sedikit untuk
dapat menginterpretasikan apa yang dideskripsi tersebut. Sebenarnya batuan
karbonat merupakan batuan yang mudah mengalami perubahan (diagenesis) oleh
karena itu studi tentang batuan karbonat tidak akan memberikan hasil yang
maksimal jika tidak mengetahui proses-proses yang terjadi pada saat dan setelah
batuan tersebut terbentuk.
Kelemahan klasifikasi Folk tersebut diperbaiki
oleh Dunham dan membuat klasifikasi baru dengan mempertimbangkan berbagai
aspek. Kelebihan klasifikasi Dunham (1962) adalah adanya perpaduan antara
deskriptif dan genetik dalam pengklasifikasian batuan karbonat. Selanjutnya
klasifikasi ini disempurnakan oleh Embry dan Klovan (1971) yang lebih
mempertimbangkan kepada genetik batuannya. Dengan menggunkan klasifikasi
tersebut maka secara implisit akan menggambarkan proses yang terjadi selama
terbentuknya batuan tersebut demikian pula dengan lingkungan pengendapannya.
Oleh karena itu klasifikasi tersebut menjadi lebih populer dibanding dengan
klasifikasi Folk.
Menurut Dunham 1962 bahwa tekstur batugamping
atau batuan karbonat dapat menggambarkan genesa pembentukannya, sehingga
klasifikasi ini dianggap mempunyai tipe genetik dan bukan deskriptif seperti
yang dikemukakan oleh Folk (1962). Terdapat empat dasar klasifikasi batuan
karbonat
menurut Dunham 1962 yaitu kandungan lumpur karbonat (mud), kandungan butiran,
keterikatan komponen, dan kenampakan tekstur hasil diagenesis (Tabel 3.1).
Tekstur batuan karbonat yang didominasi oleh kehadiran mud (mikrit) atau mud
supported terbagi dua yaitu batuan yang mengandung butiran lebih dari 10% dan
dimasukkan kedalam mudstone, sedangkan batuan yang kandungan butirannya lebih
besar dari 10% dimasukkan kedalam wackestone.
Grain supported atau batuan yang didominasi
oleh butiran adalah tekstur batuan karbonat yang terendapkan pada lingkungan
berenergi sedang – tinggi. Tekstur ini terbagi dua yaitu yang masih mengandung
matriks digolongkan menjadi packstone dan yang tidak mengandung matriks sama
sekali atau grainstone.
Tabel
Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan Dunham 1962 yang didasarkan pada
kehadiran mud (mikrit) dan butiran (grain).
Kelompok ketiga dalam klasifikasi Dunham
adalah batuan dimana komponennya saling terikat satu sama lainnya atau tersusun
oleh organisme. Dalam klasifikasi tersebut tekstur seperti ini dimasukkan
kedalam boundstone. Selain ketiga kelompok tekstur di atas, maka batuan
karbonat juga dikelompokkan berdasarkan diagenetiknya, yaitu jika komponen
penyusunnya tidak lagi memperlihatkan tekstur asalnya. Kelompok batuan ini
dikenal sebagai kristallin karbonat (calcite crystalline rocks dan dolomite
crystalline rocks).
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971
menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan pengaruh
energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut.
Embry & Klovan melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang
terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan dengan tekstur
wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry
& Klovan bahwa batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen)
sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu floatstone untuk menggambarkan
lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2
mm.
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971
menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan pengaruh
energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut.
Embry & Klovan melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang
terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan dengan tekstur
wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry
& Klovan bahwa batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen)
sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu floatstone untuk menggambarkan
lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2
mm.
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971
menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan pengaruh
energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut.
Embry & Klovan melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang
terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan dengan tekstur
wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry
& Klovan bahwa batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen)
sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu floatstone untuk menggambarkan
lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2
mm.
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971
menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan pengaruh
energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut.
Embry & Klovan melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang
terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan dengan tekstur
wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry
& Klovan bahwa batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen)
sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu floatstone untuk menggambarkan
lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2
mm
.
.
Klasifikasi
batuan karbonat yang dibedakan berdasarkan tekstur pengendapannya, tipe
butiran, dan faktor lainnya seperti yang diperkenalkan oleh Dunham 1962.
Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (1971) yang mempertimbangkan
ukuran butir dan bentuk perkembangan organisme pembentuk batuan
Selain berdasarkan pada ukuran fragmen dalam
batuan, Embry & Klovan juga memberikan perhatian pada organisme yang
menyusun batuan karbonat yang dalam klasifikasi Dunham (1962) menamakan
boundstone. Menurutnya bahwa cara sedimen terperangkap pada organisme penyusun
boundstone perlu dibedakan menjadi tiga yaitu bindstone, bafflestone dan
framestone.
Seperti yang terlihat pada illustrasi di atas
bahwa masing-masing tekstur mempunyai kekhasan tersendiri. Bindstone adalah
orgnisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya dengan mengikat
sedimen yang terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme yang seperti ini
biasanya hidup dan berkembang didaerah berenrgi sedang – tinggi. Batuan ini
umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik, seperti
koral, bryozoa dll, tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan
(encrustation) gamping yang dikeluarkan oleh ganggang merah.
Penyempurnaan
klasifikasi Dunham oleh Embry dan Klovan yang membagi boundstone menjadi tiga
yaitu bafflestone, bindstone dan framestone. Selain itu wackestone menjadi
floatstone dan grainstone manjadi rudstone jika butiran lebih besar dari 2 mm.
Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat
yang terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah sedimen yang
jatuh pada organisme tersebut. Tekstur ini umumnya dijumpai pada daerah
berenergi sedang. Bafflestone terdiri dari kerangka organik seperti koral
(branching coral) dalam posisi tumbuh (growth position) dan diselimuti oleh
lumpur gamping. Kerangka organik bertindak sebagai “baffle” yang menjebak
lumpur gamping. Tekstur yang ketiga adalah framestone. Batuan ini tersusun oleh
organisme yang hidupnya pada daerah yang berenergi tinggi sehingga tahan
terhadap gelombang dan arus. Penyusun batuan ini seluruhnya dari kerangka
organik seperti koral, bryozoa, ganggang, sedangkan matriksnya < 10% dan
semen mungkin kosong. Secara umum pembagian zona energi dan batuan penyusun
meurut Embry & Klovan (1971) diperlihatkan pada gambar berikut.
Penampang
melintang kompleks terumbu yang menggambarkan perbedaan zona dan batuan
penyusun setiap zona menurut James N.P,1983
Selain klasifikasi Dunham, maka klasifikasi
batuan karbonat yang sering digunakan adalah klasifikasi Folk (1959/1962).
Klasifikasi ini lebih menekankan kepada pendekatan deskriptif dan tidak
mempertimbangkan masalah genetiknya. Dasar pembagiannya adalah kehadiran sparit
(semen) dan mikrit (matriks). Selain itu klasifikasi ini juga melihat volume
butiran (allochem) dalam batuan yang diurut seperti intraklas, ooid,
fosil/pellet.
Kehadiran sparit dan mikrit menjadi komposisi
utama dimana jika sparitnya lebih besar daripada mikrit maka nama batuannya
akan berakhiran ......sparit, demikian pula jika mikrit yang lebih dominan maka
nama batuannya akan berakhiran ......mikrit. Awalan dalam penamaan batuan
karbonat menurut Folk tergantung pada komposisi intraklas, jika intraklas di
atas 25% maka nama batuannya menjadi intasparit atau intramikrit. Namun jika
butiran ini tidak mencapai 25% maka butiran kedua menjadi pertimbangan yaitu
ooid, sehingga batuan dapat berupa oosparit atau oomikrit.
Pertimbangan lainnya adalah jika kandungan
ooid kurang dari 25%, maka perbandingan pellet dan fosil menjadi penentu nama
batuan. Terdapat tiga model perbandingan (fosil : pellet) yaitu 3:1, 1:3, dan
antara 3:1 – 1:3. Jika fosil lebih besar atau 3 : 1 maka nama batuannya
biosparit atau biomikrit demikian pula sebaliknya akan menjadi pelsparit atau
pelmikrit. Jika oerbandingan ini ada pada komposisi 3:1 – 1:3 maka menjadi biopelsparit
atau biopelmikrit.
Klasifikasi ini juga masih menganut paham
Grabau dengan menambahkan akhiran rudit jika allochemnya mempunyai ukuran yang
lebih besar dari 2 mm dengan prosentase lebih dari 10%. Dengan demikian
penamaan batuan karbonat menurut klasifikasi ini akan menjadi ……….rudit
(misalnya biosparudit, oomikrudit dst).
Klasifikasi
batuan karbonat menurut Folk (1959) yang membagi batuan karbonat secara
deskriptif. Kehadiran sparit dan mikrit menjadi pertimbangan utama dalam
klasifikasi ini.
Posting Komentar